LATAR
BELAKANG
Pasal
2 UU Nomor 6 tahun 2014 menyebutkan adanya empat kewenangan desa, yaitu:
Kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Kewenangan pelaksanaan
Pembangunan Desa, Kewenangan Pembinaan Kemasyarakatan Desa dan Kewenangan
Pemberdayaan Masyarakat Desa. Dengan adanya empat kewenangan desa tersebut,
desa bukan lagi hanya sebatas fungsi administratif pemerintah kabupaten/kota
dan pusat dimana desa bukan sebagai
subyek namun sebagai objek berbagai project pembangunan pemerintah pusat
melalui pemerintah daerah. Hal ini bisa dimaknai
negara hadir melalui kehadiran desa.
Secara politik anggaran, desa harus menyusun APBDes
yang mencakup program dan kegiatan sebagai penjabaran dari empat kewenangan
desa. Komponen dari APBDes adalah Pendapatan Desa. Pasal 72 ayat 1 menyebutkan bahwa Pendapatan Desa bersumber dari:
a. pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan
partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa; b. alokasi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; c. bagian dari hasil pajak daerah dan
retribusi daerah Kabupaten/Kota; d. alokasi dana Desa yang merupakan bagian
dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota; e. bantuan keuangan
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota; f. hibah dan sumbangan yang tidak mengikat
dari pihak ketiga; dan g. lain-lain pendapatan Desa yang sah.
Alokasi pendapatan desa merupakan bagian dari dokumen
RPJMDes. Sedangkan Peraturan Desa tentang RPJMDes dan
RKPDes merupakan satu-satunya
dokumen perencanaan di Desa. RPJMDes dan
RKPDes merupakan pedoman dalam
penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Sesuai UU nomor 6 Tahun 2014, pada bulan September –
Oktober 2014 ini seharusnya seluruh desa di Indonesia telah melaksanakan penyelarasan/review
RPJMDes dan RKPDes. Namun kenyataannya belum semua desa dapat melakukannya. Hal
ini disebabkan belum maksimalnya fungsi pendampingan dalam peningkatan
kapasitas aparatur desa dalam melaksanakan penyelarasan/review RPJMDes dan RKPDes.
Regulasi pendukung kebijakan terkait hal tersebut juga
belum tersedia, artinya eksekusi/ pelaksanaan penganggarannya belum bisa dilaksanakan,
dan hal ini akan menjadi masalah besar, mengingat fungsi vital RPJMDes sebagai
dokumen perencanaan pembangunan desa.
Rekomendasi kami, sebagai
pengejawantahan hadirnya negara melalui desa, maka Pemerintah melalui Kementerian
Desa, PDT dan Transmigrasi harus memberikan otoritas penuh bagi desa dalam
melakukan proses perencanaan pembangunan desa, melalui penyediaan regulasi pendukung kebijakan terkait.
Terkait keterbatasan kapasitas aparatur desa dalam penyelarasan/review
RPJMdes dan RKPDes, sudah selayaknya Pemerintah melalui Kementerian Desa, PDT
dan Transmigrasi mengadakan dan mengelola pendamping desa sesuai amanat PP 43
tahun 2014.
No comments:
Post a Comment