LATAR
BELAKANG
PP 43/ 2014 Pasal 129 tentang pelaksanaan UU Desa menyebutkan, tenaga
pendamping profesional terdiri atas; Pendamping Desa
yang bertugas mendampingi Desa dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, kerja
sama Desa, pengembangan BUM Desa, dan pembangunan yang berskala lokal Desa; Pendamping teknis yang bertugas mendampingi Desa dalam
pelaksanaan program dan kegiatan sektoral; dan Tenaga
ahli pemberdayaan masyarakat yang bertugas meningkatkan kapasitas tenaga pendamping
dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Disebutkan pula pada pasal tersebut bahwa pendamping
sebagaimana dimaksud harus memiliki sertifikasi kompetensi dan kualifikasi
pendampingan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan/atau teknik.
Peran strategis asosiasi pendamping atau fasilitator pemberdayaan
masyarakat adalah memberikan guidelines dan
rumusan serta menyediakan tenaga pendamping profesional, termasuk untuk meningkatkan
kapasitas anggotanya. Asosiasi pendamping pemberdayaan masyarakat yang ada saat
ini diharapkan mampu memberi rumusan – rumusan strategis terkait hal tersebut
diatas. Jumlah desa yang tidak sebanding dengan jumlah anggota asosiasi justru
menjadikan kesempatan asosiasi untuk meningkatkan kapasitas anggotanya sehingga
memiliki daya tawar yang tinggi terhadap user-nya.
Sinergi antar asosiasi menjadi syarat utama dalam pemenuhan hal tersebut, jika
secara bersama dapat memaknainya sebagai upaya untuk mengabdi pada negeri,
tidak hanya sekedar menjadikannya sebagai job
opportunity.
Dalam konteks kehidupan bernegara, pelibatan masyarakat yang tergabung
dalam komunitas – komunitas adalah pengejawantahan dari demokrasi Pancasila.
Asosiasi pendamping pemberdayaan masyarakat adalah bagian dari komunitas –
komunitas tersebut. Sehingga negara harus mendukung upaya pelibatan asosiasi
pendamping pemberdayaan masyarakat dalam kebijakan – kebijakan terkait.
No comments:
Post a Comment